NARASIRAKYAT - Di kisahkan, Pulau Jawa pada dahulu kala berbentuknya tidak rata atau miring. Melihat itu, para dewa di Kahyangan berniat untuk membuat pulau itu menjadi tidak miring.
Suatu waktu ada sebuah pertemuan, lalu mereka memutuskan
untuk membuat sebuah gunung yang besar dan tinggi tepat di tengah Pulau Jawa
sebagai penyeimbangnya.
Kemudian disepakati untuk memindahkan Gunung Jamurdipa yang ada
di Laut Selatan menuju ke sebuah wilayah tanah datar yang terletak di
perbatasan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kabupaten
Magelang, Boyolali, dan Klaten Provinsi Jawa Tengah.
Tempat ini juga menjadi salah satu objek Wisata Gunung diJogja dan sekitarnya yang paling banyak diminati.
Legenda ini pernah dibuatkan sebuah Film yang berjudul Misteri
Gunung Merapi pada tahun 1998 dan Wulan Guritno berperan sebagai Pitaloka saat
itu.
Lalu di daerah letaknya Gunung Jamurdipa akan ditempatkan 2
(dua) orang empu yang sedang membuat keris sakti. Yaitu Empu Rama dan Empu
Pamadi yang mempunyai kesaktian yang tingkat tinggi.
Maka daripada itu, para dewa telah memperingatkan kedua empu
tersebut agar segera pindah ke tempat lain supaya tidak tertindih oleh gunung
yang akan dipindahkan ke daerah itu.
Raja para dewa, Batara Guru pun segera mennyuruh Batara
Narada dan Dewa Penyarikan dan sejumlah pengawal dari istana Kahyangan agar
membujuk kedua empu tersebut.
Setelah tiba disana, utusan para dewa langsung menemui kedua
empu yang sedang sibuk menempa sebatang besi yang dicampur dengan berbagai macam
logam. Sangat terkejutlah Batara Narada dan Dewa Penyarikan ketika menyaksikan
cara Empu Rama dan Empu Pamadi membuat keris.
Kedua Empu itu menempa batangan besi yang membara tanpa memakai
palu dan logam, tetapi hanya menggunakan
tangan dan paha mereka. Kepalan tangan mereka seperti palu baja yang sangat
keras.
Dan setiap kali kepalan tangan dipukulkan pada batangan besi
membara itu tampak percikan cahaya yang memancar sampai menembus sarang lipan di
samping meraka.
“Maaf, Empu! Kami datang dari utusan para dewa ingin berbincang
kepada Empu berdua,” sapa Dewa Penyarikan. Kedua empu tersebut lalu menunda
pekerjaannya dan mempersilakan kedua utusan para dewa itu untuk satang dan
duduk.
“Ada apa gerangan, Pukulun? Adakah yang dapat hamba bantu?”
tanya Empu Rama. “Kedatangan kami kesini hanya untuk menyampaikan permohonan
para dewa kepada Empu sekalian,” ujar Batara Narada.
“Apakah permintaan itu?” tanya Empu Pamadi penasaran,
”Semoga permintaan itu mampu kami penuhi.”
Batara Narada pun menceritakan permintaan para dewa kepada kedua
empu tersebut. Lalu setelah mendengar penjelasan itu, keduanya hanya terdiam.
Mereka beranggapan permintaan para dewa itu sangat berat.
“Maafkan hamba, Pukulun! Hamba tidak bermaksud untuk menolak
permintaan para dewa. Tetapi, kiranya perlu Pukulun ketahui bahwa dalam membuat
keris sakti tidak boleh dilakukan sembarangan, termasuk berpindah-pindah
tempat,” Empu Rama menjelaskan.
“Tapi Empu, keadaan ini sangat mendesak. Apabila Empu berdua
tidak segera berpindah tempat dari tempat sini Pulau Jawa akan semakin lama bertambah
miring,” jawab Dewa Penyarikan.
“Benar kata Dewa Penyarikan, Empu. Kami pun sudah bersedia
mencarikan tempat yang lebih baik untuk Empu berdua,” bujuk Empu Narada.
Walaupun telah dijanjikan ke tempat yang lebih baik, kedua
empu itu tetap tidak mau berpindah dari tempat itu.
“Maaf, Pukulun! Kami belum bisa menerima permintaan itu. Jika
kami berpindah tempat, dan pekerjaan ini belum selesai, maka keris yang sedang
kami buat ini tidak sebagus yang diharapkan. Apalagi, masih banyak tanah datar
yang lebih baik untuk menempatkan Gunung Jamurdipa itu,” kata Empu Pamadi.
Mendengar keteguhan hati kedua empu tersebut, Empu Narada
dan Dewa Penyaringan mulai kehilangan kesabaran. Karena mempertanggunjawabkan
amanat Batara Guru, mereka terpaksa mengancam kedua empu tersebut supaya segera
berpindah dari tempat tersebut.
“Wahai, Empu Rama dan Empu Pamadi! Jangan memaksa kami untuk
mengusir kalian dari tempat ini,” jawab Batara Narada.
Dan kedua empu itu tidak takut dengan acaman itu sebab
mereka juga merasa sedang mengemban tugas yang harus diselesaikan. Oleh sebab
kedua belah pihak tetap teguh pada pendiriannya masing-masing, akhirnya terjadi
perselisihan di antara mereka.
Kedua empu itu tetap tidak goyah walaupun yang mereka hadapi
merupakan utusan dari para dewa. Lalu dengan kesaktian yang dimiliki, mereka
siap bertarung demi memperjuangkan tempat itu.
Pertarungan sengit pun akhirnya tak terhindarkan. Walaupun
dikeroyok oleh dua dewa dan bala tentaranya, kedua empu itu akhirnya berhasil
memenangkan pertarungan.
Batara Narada dan Dewa Penyarikan yang telah kalah dalam
pertarungan kemudian segera terbang ke Kahyangan untuk melaporkannya kepada
Batara Guru.
“Ampun, Batara Guru! Kami telah gagal membujuk kedua empu
itu. Mereka sangat sakti mandraguna,” lapor Batara Narada. Mendengar laporan
itu Batara Guru menjadi marah.
“Dasar memang keras kepala kedua empu itu. Mereka harus
diberi pelajaran,” ujar Batara Guru. “Dewa Bayu, segeralah kau tiupkan Gunung
Jamurdipa itu!” seru Batara Guru.
Dengan kekuatannya, Dewa Bayu langsung meniupkan gunung itu.
Dan tiupan Dewa Bayu yang seperti angin topan berhasil menerbangkan Gunung Jamurdipa
sampai melayang di udara dan langsung jatuh tepat di atas perapian kedua empu
tersebut.
Lalu kedua empu yang ada di tempat itu pun ikut tertimpa oleh Gunung Jamurdipa sampai wafat seketika. Dan menurut cerita, roh kedua empu itu langsung menjadi penunggu di dalam gunung itu.
Kemudian, perapian landasan tempat keduanya membuat keris sakti berganti menjadi sebuah kawah. Oleh sebab kawah itu adalah mulanya sebuah perapian, maka para dewa mengubah nama gunung itu menjadi Gunung Merapi, Sekian.
0 Komentar